Senin, 30 November 2009

KAMPUNG HALAMANKU


Cerita ini dimulai dari lingkungan kita,
Jika fikiran kita tahu bahwa lidah kita bisa membawa kehancuran pada negeri ini maka lidah ini pula yang akan membawa cahaya dari gelapnya hasutan penghianat yang menjual negerinya.

Dulu belumlah semudah sekarang, menyampaikan informasi dari satu daerah ke daerah yang lain harus menggunakan isyarat sebagaimana terdapat pada candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit, namun sekarang cukup menggunakan laptop kita sudah dapat mengetahui tentang informasi dunia terkini.

Kampung Halamanku, begitu aku menyebut tanah kelahiranku,
Di sana aku dibesarkan, di sana pula aku mulai mengenal rindu dan perasaan sayang, hingga pada suatu hari aku tersentak dari lamunan dan akhirnya aku kirimkan cerita ini padamu yang mungkin saat ini duduk manis di rumah sambil menghirup kopi dan membaca sebuah surat kabar.

Saudaraku, kampung kita telah mewariskan beragam cerita dan beribu kisah, namun sayang saat ini aku tidak berpijak di bumi pertiwi lagi, aku telah jauh berada di luar negeri tapi aku percaya bahwa takdir akan membawaku kembali ke sana untuk berjumpa denganmu lagi.

Saat aku mendengar kampung halaman telah banyak berubah aku begitu gembira, dalam hati kecilku aku berdoa semoga suatu hari nanti kampung kita akan menjadi suatu kampung tauladan untuk kampung-kanmpung yang lain.

Aku hampir lupa nama kampung kita adalah Desa Sugihan, kecamatan Solokuro, kabupaten Lamongan.

Di Lamongan orang menyebut kampung adalah desa dan menurut devinisi universal desa adalah : sebuah aglomerasi permukiman area perdesaan. Segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Tak terasa kita sudah lama tidak bertemu namun aku masih ingat ketika kita sama-sama masih dudk di bangku SD dan diajar tentang "tata-krama" serta konsep-konsep hidup di desa dan sepertinya aku ingin kita mempelajarinya lagi.

Saudaraku, kampung halaman kita memiliki Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa disamping itu ada juga Perangkat Desa selaku pembantu pada Kepala Desa dalam mengemban tugas.

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Badan Permusyawaratan Desa. Selain itu Kepala Desa juga dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat.

Dan syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 sebagai berikut :
  1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Setia pada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan NKRI, serta Pemerintah
  3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
  4. Berusia paling rendah 25 tahun
  5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
  6. Penduduk desa setempat
  7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
  8. Tidak dicabut hak pilihnya
  9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
  10. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
Saudaraku, di kampung kita tentu menetapi 10 syarat tadi namun aku ingin menyodorkan satu syarat ketika PILKADES nanti agar masyarakat bisa merasakan peran dan fungsi Kepala Desa yang selama ini dirasa hambar bagai sayur tanpa garam,
  1. Sepatutnya Kepala Desa itu harus bisa memberikan peluang pekerjaan pada penduduknya agar masyarakat tidak menjadi pengangguran dan terjebak dalam pekerjaan yang tidak benar.
Satu contoh ketika tetangga kita kehilangan sepeda motor dan peristiwa itupun sudah sampai ke telinga Pak Petinggi namun orang nomor satu di desa Sugihan itu hanya duduk berpangku tangan seakan dia sedang menonton drama tanpa mengambil inisiatif agar peristiwa memalukan itu tidak terulang kembali. Namun apa yang terjadi, ternyata berita tentang kehilangan sepeda motor kini datang lagi dari seorang janda yang belum genap empat puluh hari ditinggal mati suaminya.

Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Kepala Desa kita sehingga penduduk desa banyak yang melarikan diri dari tanah kelahirannya dan mereka mencoba mengadu nasib di negeri orang yang entah sampai kapan tradisi seperti ini akan berakhir padahal di rantau orang pun mereka tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah Republik Indonesia. Ironisnya, bagi keluarga yang masih betah di kampung halaman akan merasa manja dan malas bekerja karena cenderung mengandalkan hasil kerja sang perantau.

Baru-baru ini tersebar kabar bahwa masyarakat kampung kita mengalami nasib tragis yaitu kekurangan bekalan air untuk menunjang kehidupan sehari-hari, dan jalan yang ditempuh oleh masyarakat untuk mengatasi hal itu adalah dengan meminta-minta air pada tetangga yang masih mempunyai bekalan air yang cukup. Sungguh naif bila melihat betapa harum nama Desa Sugihan dalam kacamata Lamongan, namun ketika kita telusuri lebih dalam ternyata corak kehidupan yang terdapat di desa tersebut tidak berbeda jauh dengan era penjajahan. Disaat seperti ini seharusnya Petinggi beserta para Pamong Desa memberikan satu terobosan yang dapat meringankan beban rakyat agar kekurangan bekalan air tidak menjadi tradisi tahunan dalam desa kita di setiap musim kemarau.

Bila kita teliti lebih lanjut, desa kita sebenarnya memiliki sumber pendapatan yang bagus dan terdiri dari :
  • Hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi gotong royong
  • Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota
  • bagian dari danah Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
  • bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan,
  • hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Dengar-dengar di kampung kita ada satu Koperasi (Kencana Makmur) yang begitu besar dan dalam tahun ini koperasi tersebut mendapat penghargaan dari Pemerintah sebagai koperasi paling berprestasi di Indonesia namun sayang kebanggaan itu tidak turut dikecapi oleh penduduk desa Sugihan. Orang bilang koperasi itu dulunya merupakan salah satu aset keuwangan desa atau dengan kata lain "KUD" namun belakangan ini telah berubah menjadi Koperasi Swasta yang terkesan terburu-buru dalam meningkatkan persaingan ekonomi padahal ketika musim bercocok tanam tiba, warga Sugihan amat kesulitan untuk mencari pupuk, maka hasil panen pun tidak sebanding dengan modal serta keringat yang tela dikeluarkan dan bisa dibayangkan hasil panen tidak cukup buat makan sehari-hari.

Apakah hal ini sejalan dengan fungsi dan peran koperasi, tentunya kita perlu belajar lagi tentang hal ini.

Dalam hukum operasional Koperasi Indonesia pemerintah tela menguraikan tentang fungsi, peran, dan prinsip koperasi yaitu UU No. 25 tahun 1992. Dalam Bab III pasal 4 dan pasal 5 menyebutkan,

Pasal 4

Fungsi dan peran koperasi adalah :
  • A. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,
  • B. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat,
  • C. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya,
  • D. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi,
Pasal 5

1. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut :
  • A. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka,
  • B. Pengelolaan dilakukan secara demokratis,
  • C. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota,
  • D. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,
  • E. Kemandirian
2. Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksankan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:
  • A. Pendidikan perkoperasian
  • B. Kerjasama antar Koperasi
Kita tahu bahwa masyarakat kita mayoritas tani tapi hal ini tidak pernah difikirkan oleh para pakar ekonomi Indonesia, mereka hanya sibuk menata ekonomi kelas atas sementara ekonomi yang berada di paras bawah yaitu tani nyaris dilupakan. Tentunya ini adalah tantangan yang begitu besar mengingat Pemerintah kita tidak ambil berat akan hal ini. Namun ini sudah menjadi tugas bagi kita untuk memartabatkan tani sebagai pekerjaan yang layak dan menguntungkan.


Bangunlah kampung halamanku
Jangan tidur meratap nasip tak tentu
Gunda-gulanamu adalah perih meraung dukaku
Semangatmu berkobar dalam hembusan nafasku
Kisah semalam tela hadirkan ribuan pelajaran
Kini kususun rapi dalam diary hatiku
Dan namamu terpahat bagai kekasih
Berdendanglah di pagi nan cerah ini
Kusambut dengan wajah berseri
Bersama kita menuju ladang untuk bertani
Biarpun tiada orang menghampiri
Namun percayalah
Bahwa kekayaan hakiki adalah kesucian hati nurani
Serta budi bahasa pekerti