Selasa, 16 Februari 2010

Jendela Kelasku

Ada ungkapan yang sering kita dengar bahwa buku merupakan "jendela informasi" tempat melongoknya kepala dan fikiran ke dunia luar.

Dalam arti kamusnya "jendela" berarti (1) lubang yang dapat diberi tutup, umumnya berbentuk segi empat, dan berfungsi sebagai keluar masuknya udara. Dan (2) lubang angin {Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 358}.

Berdasarkan arti kamus tersebut, kita dapat memahami hakikat sebuah jendela. Jendela dapat kita manfaatkan sebagai sirkulasi {peredaran} udara yang lebih berisi dan segar berkat keteraturan sistem sirkulasinya. Selain itu jendela juga dapat kita manfaatkan untuk memperoleh cahaya yang leluasa dan sekaligus menjadikan ruangan semakin terang, bercahaya dan sehat.

Dari sebuah jendela, kita dapat belajar bagaimana memperbaiki sistem pendidikan kita apalagi sekarang kian kompetitif dengan diberlakukannya sistem kelulusan yang semakin ketat. Saya masih ingat saat ujian kelas tiga yang mempertaruhkan harga diri serta harapan, dimana saat itu kita diajar untuk mensiasati EBTANAS dan saya merasa waktu saya hanya terpacu untuk mempersiapkan acara tahunan itu saja sedangkan dari sisi lain saya tidak bisa mempersiapkan jalan hidup saya dimasa mendatang yang penuh dengan tantangan.

Memang tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa sistem pendidikan kita mengacu pada pendekatan materi yang notabene menyisikan pendekatan budaya. Maka pendidikan kita cenderung terkesan mendidik anak didik menjadi seorang karyawan yang pengumpul harta bukan sebagai seorang usahawan yang rajin ibadah, sehingga pada tiap tahun kelulusan entah itu dari Perguruan Tinggi atau dari Perguruan Rendah banyak para anak didik yang sudah menjadi alumni masih kebingungan dalam menentukan sikap dan jalan hidupnya.

Banyak sebenarnya yang bisa kita manfaatkan untuk memperbaikinya, coba dari masing-masing kita memahami arti Pancasila yang tiap hari senin kita baca pada upacara sekolah dimana kita dapat rasakan bahwasanya Pancasila mengandung dua arti yaitu (1) Arti Ketuhanan, dan (2) Arti Kemanusiaan.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusian Yang Adil dan Beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonseia

Dari Pancasila kita dapat rasakan bahwa pendidikan yang saat ini kita ikuti justru berseberangan dengan tujuan kemerdekaan. Ketika kita masih dalam Taman Bimbingan Kanak-kanak {TK} tiap hari kita disuguhi dengan pelajaran budi pekerti, keimanan dan ketaqwaan. Tapi setelah kita tumbuh dewasa kita diajar untuk menjadi seorang pekerja yang mensejaterahkan hidup dengan jaminan harta benda. Disinilah keseimbangan mulai tidak stabil, kita mulai diajar untuk melupakan sejarah Indonesia dan dipaksa untuk melongok pada jendela negara-negara barat. Sayang sekali, kita justru hancur karena kita tidak sepenuhnya menjadi orang barat, peradaban kita justru semakin terpuruk. Bisa kita fikir jika keimanan cuma 50% dan pemahaman tentang dunia mafia yang dibudayakan oleh negara-negara barat juga 50% maka bisa dibayangkan hal apa yang akan terjadi.

Saat kita bercermin pasti kita tahu apa kekurangan kita, begitu pula saat kita berkaca pada sejarah pasti kita tahu apa yang dibutuhkan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang, kita tidak usalah terlalu sibuk mempelajari sejarah orang-orang barat yang kerap menciptakan fanatisme tersendiri. Cukuplah kita mempelajari dunia mereka sekedar dengan porsi yang kita butuhkan. Di Indonesia masih banyak yang bisa kita pelajari dan bisa kita hidupkan kembali tujuan perjuangan para pendahulu kita.